Translate

Jumat, 10 September 2021

Tragedi Sengkon-Karta (1974)

Pernah mendengar cerita Sengkon-Karta? Kali ini aku akan sedikit menceritakan salah satu kisah sejarah yang cukup kelam tersebut. By the way, ini terjadi di negeri kita:v 

Aku ketik dengan gaya bahasa yang agaknya bisa membawa sedikit rasa suka di hati kalian semua:) yuk, simak ceritanya. Hope you like it🌻



Sengkon-Karta

Sengkon-Karta adalah nama dari dua orang yang berbeda yaitu Pak Sengkon dan Pak Karta. Sengkon dan Karta adalah seorang petani di Desa Bojongsari, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Layaknya seorang petani lainnya, mereka menjalani hidup dengan sederhana. Rutinitas mereka adalah bekerja di sawah. Menabung untung dari panen yang didapat.

Namun siapa yang menyangka dibalik ketenangan hidup yang dijalani, mereka dituduh dan ditangkap karena diduga telah melakukan perampokan dan pembunuhan kepada pasangan suami istri Sulaiman-Siti Haya. Bapak Sulaiman dan Ibu Siti Haya adalah penjaga warung di desa yang sama dengan Pak Sengkon dan Karta. 

Pada suatu malam yang sunyi dengan aroma tanah basah bekas hujan sore itu, pasutri Sulaiman-Siti Haya dirampok dan tewas dibunuh. Nama Pak Sengkon tertuduh karena sebelum meninggal, Bapak Sulaiman membisikkan nama Sengkon kepada orang yang membawanya ke rumah sakit. Begitu pula dengan Karta.

Di ruang interogasi dengan lampu alakadarnya, Karta berusaha tegar menjawab setiap lontaran pertanyaan penyidik. Karta hendak menjawab namun pentungan lebih cepat mendarat. Dag! Rahangnya lebam. Dia menjerit kesakitan kala jari kakinya diinjak kursi. Akhh! Perih tapi tetap bertahan.

Karta dipaksa mengaku, begitu juga dengan Sengkon. Mereka menolak menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (B.A.P).
***Berita acara pemeriksaan merupakan surat resmi yang dibuat pejabat umum menurut kewajiban jabatannya yang berisi catatan mengenai hal yang dialami, dilihat dan didengar sendiri.

Lantas kenapa? 

Kenapa mereka harus mengakui kejahatan yang tak mereka perbuat?! 

Tak bisakah penyidik meninjau perkara dengan benar? 

Jangan hanya langsung bertindak karena bukti yang belum sepenuhnya terkuak!

Bicara jujur malah makin hancur.

Sia-sia saja. Tak tahan akan siksaan yang setiap detik dilakukan, Sengkon-Karta terpaksa mengakui kejahatan yang tak mereka lakukan. Peradilan akhirnya menetapkan vonis kepada Sengkon dan Karta atas dakwaan perampokan dan pembunuhan.

Oktober 1977, Sengkon dijatuhi vonis 12 tahun penjara dan Karta 7 tahun penjara. Keputusan dikuatkan oleh Peradilan Tinggi Jawa Barat. Sengkon-Karta tak mengajukan kasasi lagi dan menerima pasrah.
***Kasasi adalah salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak (terdakwa atau penuntut) terhadap suatu putusan pengadilan tinggi. Terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan kasasi bila masih merasa belum puas dengan isi putusan pengadilan tinggi kepada mahkamah agung.

Anggota DPR, Alber Hasibuan merasa iba akan nasib Sengkon dan Karta. Dia mengusahakan pembebasan mereka.

Dalam dinginnya penjara LP Cipinang, Sengkon-Karta bertemu dengan Genul (salah satu keponakan Sengkon). Ia mendekam di penjara lantaran kasus pencurian.
***LP singkatan dari Lembaga Pemasyarakatan atau biasa kita kenal penjara/bui.

Dari sinilah secercah kebenaran mulai datang. Genul mengatakan kepada Sengkon-Karta bahwa dialah sebenarnya yang telah merampok dan membunuh pasutri Sulaiman-Siti Haya.

Sengkon-Karta menjadikan pengakuan Genul sebagai bukti baru untuk dilakukan Peninjauan Kembali (PK).
***Peninjauan kembali atau disingkat PK adalah suatu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang dikenai hukuman) dalam suatu kasus hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam sistem peradilan di Indonesia.

Pada Januari 1981, Umar Seno Aji ketua Mahkamah Agung memutuskan untuk membebaskan Sengkon-Karta melalui jalur Peninjauan Kembali (PK). 

Lantas, bagaimana nasib Genul?

Genul dijatuhi hukuman tambahan 12 tahun penjara pada Oktober 1980 silam.

Keluar dari penjara, skenario Tuhan tetap berjalan. Karta yang memiliki seorang istri dan 12 anak kocar kacir keluarganya. Sawah dan tanah telah dijual untuk mengurusi perkara. Malangnya, Karta tewas tertabrak truk setelah baru terbebas dari penjara. Sengkon yang telah menderita di penjara dan mengidap TBC pun juga menyusul Sengkon di surga.

Cerita tak sembarang menguraikan kata. Ada hikmah besar dibalik peristiwa Sengkon-Karta. Berkat adanya tragedi ini, Mahkamah Agung menghidupkan kembali lembaga PK (Peninjauan Kembali). Sebelum peristiwa Sengkon-Karta, tidak ada sistem hukum PK di Indonesia.

Deritanya hampir terabaikan, hilang dimakan zaman. Namun, kisahnya tak kan pernah pudar. Kenangan pahit itu kan selamanya membekas dihati Sengkon dan Karta.

--------------------------------------------------------------
Miris ya, tapi itulah sejarah. Tak ada yang perlu ditutupi. Cerita ini bukan untuk mengkuak luka lama. Hanya ingin sekadar bercerita, berbagi sejarah hukum masa lampau di negara kita.

“History never really says goodbye. History says, ‘See you later.'” — Eduardo Galeano
--------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Majas Alegori - Trigonometri

Hubungan kita seperti trigonometri. Aku dan Kamu bagai sin 90°, satu tak terpisahkan. Aku tanpamu bagai cos 90°, kosong tanpa harapan. Cinta...